DOSIS UNTUK PASIEN USIA LANJUT
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas, yang umumnya lebih peka terhadap obat dan efek sampingnya, karena perubahan-perubahan fisiologis, seperti menurunnya fungsi ginjal dan metabolisme hati, meningkatnya rasio lemak air dan berkurangnya sirkulasi darah. Karena fungsi hati dan ginjal sudah menurun, maka eliminasi obat pun lebih lambat. Eliminasi obat akan mempengaruhi kadar obat di dalam tubuh pasien. Hal lain selain eliminasi obat adalah adanya pengurangan jumlah albumin dalam darah lansia. Jumlah albumin darah pada lansia lebih sedikit, sehingga pengikatan obat pun berkurang. Hal ini menyebabkan bentuk bebas dan aktif dari obat menjadi lebih besar dan bahaya keracunan semakin meningkat, terutama untuk obat-obatan anti-koagulan, fenilbutson, obat tidur, obat opioida, psikofarmaka, obat jantung, hormone insulin. Oleh Karena faktor-faktor tersebut, bagi lansia dianjurkan menggunakan dosis yang lebih rendah. Tujuan dari pengurangan dosis ini untuk menjaga atau mengurangi resiko rusaknya organ yang bisa berakibat fatal pada kondisi pasien.
DOSIS UNTUK IBU HAMIL
Kondisi hamil pada pasien menjadi perhatian khusus dalam pemberian obat. Hal ini dikarenakan, selain ibu yang mengandung juga terdapat janin yang ada dalam kandungan yang masih rentan terhadap pengaruh suatu obat. Obat dapat menembus jaringan plasenta karena sifat fisiko-kimiawi dari obat yang lipofilik, hal ini menyebabkan obat yang diminum ibu dapat terdistribusi juga pada tubuh janin. Beberapa obat dapat mempengaruhi perkembangan janin dan ada juga yang bersifat toksik terhadap janin. Hal tersebut menjadikan dasar bahwa penggunaan obat pada ibu hamil sebaiknya menggunakan dosis yang lebih kecil dan selektif terhadap jenis obat, terutama yang bisa menyebabkan abortus pada janin.
DOSIS UNTUK IBU MENYUSUI
Pada kasus pasien ibu menyusui juga perlu perhatian khusus. Hal ini karena obat bisa masuk dalam ASI dan bisa tertelan oleh bayi yang disusui.
Mekanisme obat bisa masuk dalam ASI ada beberapa mekanisme. Saya mengutip dari tulisan saudara Inova Gusmelia yang dimuat pada https://www.sarihusada.co.id/Nutrisi-Untuk-Bangsa/Kehamilan-dan-Menyusui/Menyusui/Pengaruh-Penggunaan-Obat-dalam-Masa-Menyusui terbit tanggal 14 mei 2012.
dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa mekanisme obat bisa masuk dalam ASI adalah sebagai berikut :
- Difusi Pasif
Berlangsung berdasarkan perbedaan konsentrasi pada kedua sisi barier, berupa cairan atau lemak. Difusi terjadi melalui pori-pori kecil pada membran sel, menyebabkan hanya dapat dilalui oleh molekul-molekul kecil saja, seperti metanol. Kecuali pada pembuluh darah kapiler dan limfe yang memiliki pori-pori cukup besar sehingga dapat dilalui oleh molekul yang cukup besar. Obat larut dalam air melewati barier cairan, sedangkan obat larut lemak melewati membran yang terdiri dari lipid.
- Difusi dg bantuan karier khusus
Yang bertindak sebagai karier adalah enzim – enzim atau protein tertentu. Terjadi melalui perbedaan konsentrasi atau konsentrasi yg sama pada kedua sisi barier. Lebih menentukan perbedaan aktifitas kimia suatu bahan pada kedua sisi barier. Bahan yg berdifusi dg cairan ini umumnya mudah larut dalam air, tetapi terlalu besar untuk melalui pori – pori dari membran.
- Difusi aktif
Memerlukan energi untuk transpor, karena menuju daerah dg konsentrasi tinggi. Menggunakan energi untuk pasasi dari glukosa, asam amino, kalsium, magnesium, dan natrium.
- Pinositosis atau kebalikannya
Pada pinositosis, obat melekat pada dinding sel, kemudian mengalami invaginasi atau evaginasi. Dinding sel & obat memisahkan diri, sehingga obat dapat masuk atau keluar sel. Pinositosis menggunakan molekul yang sangat besar & protein tidak berdifusi secara pasif, aktif, atau dengan bantuan karier. pH lingkungan & derajat ionisasi obat, sifat obat basa atau lemah, tingkat kelarutan, menentukan kesanggupan difusi yang berbeda.
Menilai dari hal tersebut maka pengobatan pada Ibu menyusui betul-betul diperhatikan jenis dan dosisnya, karena berkaitan dengan bayi yang meminum ASI tersebut.
DOSIS UNTUK PASIEN OBESITAS.
Obesitas adalah kondisi seseorang yang memiliki berat badan 20% diatas berat badan idealnya. Untuk menentukan berat badan ideal bisa menggunakan rumus Ritschel sebagai berikut :
BB ideal = (T-100) X 0.9 Kg
T : tinggi badan dalam cm.
Contoh :
Amir memiliki tinggi badan 175 cm, berat badan Amir 85 kg. Apakah Amir termasuk obesitas?
Mari kita hitung dengan rumus diatas.
BB ideal Amir = (175 – 100 ) X 0.9 Kg = 67. 5 kg
BB Amir= 85 kg
BB ideal (seharusnya) = 67.5 kg
Selisih (kelebihan)= 85 Kg – 67.5 Kg = 17.5 kg
Jadi Berat badan Amir 17,5 Kg lebih tinggi dari BB ideal, apakah termasuk dalam kategori obesitas ? Mari kita hitung persentasenya dan dimasukkan dalam syarat berikut.
Obesitas bila kelebihan BB ≥ 20 %
Kelebihan BB Amir = 17.5 kg
BB ideal Amir = 67.5 kg
maka perhitungannya sebagai berikut :
% Kelebihan BB Amir = 17.5/67.5 X 100% = 25,92 %
Hasil menunjukkan angka 25,92 % berarti amir mengalami obesitas berdasarkan rumus Ritschel.
Tentu teman pembaca akan bertanya, mengapa kondisi obesitas juga perlu perhatian khusus? Masalah yang timbul pada kondisi pasien obesitas adalah bila obat yang dikonsumsi termasuk dalam golongan lipofil. Lipofil yaitu sifat obat yang cenderung memiliki mudah larut dalam lemak. Ini yang membahayakan bagi pasien yang mengalami obesitas.
DOSIS MAKSIMAL GABUNGAN / DOSIS SINERGIS
Dosis maksimum gabungan adalah dosis maksimal yang dijumlahkan dari dua atau lebih bahan obat yang memiliki efek kerja searah atau sinergis. Obat yang memiliki khasiat searah atau mempengaruhi reseptor yang sama akan menjadi berbahaya apabila tidak dihitung secara tepat. Bahan obat yang sinergis wajib dihitung dosis sinergisnya. Bisa saja untuk pemakaian tunggal obat tersebut tidak over dosis namun apabila dihitung dosis sinergisnya terjadi over dosis. Over dosis bisa terjadi pada pemakaian sekali ataupun pemakaian sehari ataupun pada dua-duanya. Bila overdosis ini terjadi dan tidak diatasi tentu akan membahayakan keselamatan pasien.
Obat disebut over dosis bila :
Obat disebut tepat dosis bila :
Obat disebut tidak over dosis bila :
Dosis maksimum gabungan dinyatakan tidak over dosis bila :
pemakaian 1 kali zat A + pemakaian 1 kali zat B, hasilnya kurang dari 100 %, demikian pula pemakaian 1 harinya.
Contoh obat yang memiliki dosis maksimal gabungan atau sinergis yaitu : Atropin Sulfas dengan Extractum Belladonnae, Pulvis Opii dengan Pulvis Doveri, Coffein dengan Aminophyllin, Arsen Trioxyda dengan Natrii Arsenas dan lain-lain
Oke, sampai di sini dulu pembahasan tentang dosis untuk kali ini. Untuk contoh-contoh perhitungan dosis obat bisa dilihat di bagian ketiga dari tulisan ini. Terima kasih sudah membaca, tetap jaga kesehatan, salam literasi. 🙂