Halo pembaca blog yang tercinta, tetap jaga kesehatan ya. Pandemi Covid 19 belum berakhir. pastikan kita selalu menjaga kebersihan dan menerapkan standar kesehatan covid-19. Oke, tidak perlu berlama lagi, kali ini admin akan memposting salah satu antibiotik, selamat membaca. 🙂
Sejarah
Sefalosporin acremonium sumber awal dari senyawa Sefalosporin yang diisolasi pada 1948 oleh Brotzu dari laut di dekat saluran pembuangan air di pesisir Sardinia (William A. Petry, Jr., 2008) .
Kimia
Sefalosporin C memiliki rantai samping yang diturunkan dari asam D-α-aminoadipat yang dikondensasikan dengan sistem cincin β-lactam dihidrotiazin (7-aminosefalosporanat) (William A. Petry, Jr., 2008). Inti Sefalosporin (7-aminosefalosporanat) sangat menyerupai asam 6-aminopenisilanat dan juga dengan inti antibiotik sefasimin. Sefalosporin dengan berat molekul 400-450, dapat larut dalam air dan relatif stabil terhadap perubahan suhu dan pH ( Ernest Jawetz, MD, PhD, 2000)
Mekanisme kerja
Sefalosporin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara mirip dengan Penisilin (William A. Petry, Jr., 2008).
Penggolongan
Ledakan perkembangan sefolosporin selama dasawarsa yang lalu membuat sistem klasifikasi lebih diperlukan. Klasifikasi berdasarkan generasi didasarkan pada ciri umum aktivitas antibiotik (Karchmer, 2000 dikutip oleh William A. Petry, Jr., 2008)
Generasi Pertama : Sefazolin ( ANCEF, KEFZOL, ZOLICEF), Sefalotin (KEFLIN), Sefaleksin Z(KEFLEX).
Generasi Kedua : Sefuroksim (CEFTIN, KERUFOX, ZINACEF), Sefaclor (CECLOR), Sefoksitin( MEFOXIN), Sefotetan (CEFOTAN)
Generasi Ketiga : Sefotaksim (CLAFORAN), Sefriakson (ROCEPHIN), Seftazidim(CEPTAZ, FORTAZ, TAZIDIME,dll)
Generasi Keempat : Sefepim (MAXIPIME)
Terapi Sefalosporin
Senyawa Sefalosporin merupakan antibiotik yang digunakan secara luas dan penting secara terapeutik. Sayangnya, sejumlah besar bakteri resisten terhadap aktivitasnya. Penelitian klinis menunjukkan bahwa Sefalosporin efektif sebagai senyawa terapeutik maupun profilaksis (Donowitz and Mandel, 1988 dikutip oleh William A. Petry, Jr., 2008).
Sefalosporin generasi pertama merupakan senyawa yang sangat baik untuk infeksi kulit dan jaringan lunak akibat S. aureus dan S. pyogene. Pemberian dosis tunggal sefazolin tepat sebelum pembedahan merupakan profilaksis yang dipilih untuk prosedur-prosedur ketika flora kulit dianggap patogen yang dicurigai.
Sefalosporin generasi kedua telah digantikan oleh senyawa generasi ketiga untuk berbagai penyakit infeksi. Sefalosporin generasi kedua dapat digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernapasan, meskipun hasilnya dibawah optimal untuk pengobatan S. pneumoniae yang resisten terhadap Penisilin. Pada situasi yang melibatkan bakteri gram negatif fakultatif dan anaerob, seperti infeksi intra abdominal, penyakit radang pelvis, dan infeksi kaki pada diabetes, sefoksitin dan sefotetan terbukti efektif.
Generasi ketiga, baik dengan atau tanpa aminoglikosida, telah dipertimbangkan sebagai obat pilihan untuk infeksi berat yang disebabkan oleh spesies Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Providencia, Serratia dan Haemophilus. Seftriakson kini merupakan terapi pilihan utama untuk semua bentuk gonorea dan untuk penyakit Lyme yang parah. Sefotaksim atau seftriakson (sebagai kombinasi 3 obat dengan Vankomisin dan Ampisilin), digunakan untuk pengobatan awal meningitis pada orang dewasa dan anak-anak pada usia lebih dari 3 bulan yang tidak mengalami gangguan imunitas, berkat aktivitas antimikrobanya kemampuannya berpenetrasi ke dalam CSS yang baik dan catatan keberhasilan secara klinis.
Generasi keempat diindikasikan untuk pengobatan empiris infeksi nosokomial, ketika sudah diantisipasi terjadinya resistensi antibiotik akibat β-laktamase dengan spektrum diperluas atau β-laktamase yang diinduksi secara kromosomal. Sefeprim memiliki aktivitas yang lebih baik terhadap isolat nosokomial Enterobacter, Citrobacter dan Serratia spp. dibandingkan dengan Seftazidim dan Piperasilin (Jones al, 1998 dikutip oleh William A. Petry, Jr., 2008).
Reaksi tidak diinginkan
Reaksi hipersensitivitas terhadap Sefalosporin merupakan efek samping yang paling umum dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Sefalosporin apapun berkemungkinan lebih besar atau lebih kecil menyebabkan sensitisasi semacam itu. Reaksi tersebut tampaknya identik dengan reaksi yang disebabkan oleh Penisilin, dan hal ini kemungkinan berkaitan dengan β-laktam yang sama pada kedua golongan antibiotik tersebut (Bennet et al., 1983 dikutip oleh William A. Petry, Jr., 2008). Karena kemiripan struktur Penisilin dan Sefalosporin, pasien yang alergi terhadap salah satu kelompok senyawa dapat mengalami reaktivitas silang jika diberi salah satu obat dan anggota golongan lainnya. Penelitian imunologi menunjukkan terjadinya reaktivitas silang sebesar 20% pasien yang alergi terhadap Penisilin (Levine, 1973 dikutip oleh William A. Petry, Jr., 2008), namun penelitian klinis menunjukkan frekuensi yang jauh lebih rendah (1%) untuk reaksi semacam itu (Saxon et al., 1984 dikutip oleh William A. Petry, Jr., 2008).
Pasien dengan riwayat reaksi hipersensitivitas Penisilin yang ringan atau sementara tampaknya memiliki resiko yang rendah mengalami ruam atau reaksi alergi setelah pemberian suatu Sefalosporin. Namun pada pasien yang baru mengalami reaksi-segera dan parah terhadap suatu Penisilin, maka pemberian sefolosporin harus sangat berhati-hati atau jangan diberikan (William A. Petry, Jr., 2008).
Interaksi obat
Beberapa interaksi obat yang dapa terjadi pad Sefalosporin antara lain adalah sebagai berikut
Sefalosporin dengan Antibiotik aminoglikosida
Efek samping dari masing-masing obat dapat meningkat. Akibatnya ginjal dapat rusak. Gejala yang dilaporkan antara lain : pengeluaran air kemih berkurang, air kemih berdarah, rasa haus yang berlebihan, nafsu makan hilang, lemah, pusing, mengantuk dan mual.
Sefalosporin dengan Kloramfenikol (Chloromycetin, Mychel)
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit tenggorakan, demam, kedinginan, tukak mulut, perdarahan atau memar, tinja hitam pekat dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
Sefalosporin dengan Probenesid (Benemid, ColBenenemid)
Efek antibiotik Sefalosporin dapat meningkat. Akibatnya resiko kerusakan ginjal meningkat. Gejala yang dilaporkan : pengeluaran kemih berkurang, lemah, pusing, mengantuk dan mual ( Richard Harkness, 1989)