Webinar Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan tinggi

Menurut Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Kekerasan seksual didefenisikan sebagai setiap tindakan seksual, usaha melakukan tindakan seksual, komentar atau menyarankan untuk berperilaku seksual yang tidak disengaja ataupun sebaliknya, tindakan pelanggaran untuk melakukan hubungan seksual dengan paksaan kepada seseorang. (WHO, 2017)
Kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat saja, namun lebih dari itu pelecehan seksual kerapkali masuk ke ranah pendidikan dan menimpa mahasiswa. Angka kekerasan seksual pun kian hari kian meningkat. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus. Sementara pada 2020, jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan mencapai 11.637 kasus.1 Berkaca pada data tersebut, kasus kekerasangan seksual tidak dapat dianggap sebelah mata. Lingkungan kampus yang idealnya menjadi tempat untuk belajar kehidupan dan kemanusiaan justru menjadi tempat dimana nilai-nilai kemanusiaan direnggut dan dilanggar.
Lingkungan kampus yang didominasi oleh kaum ‘intelektual’ dengan panjangnya gelar yang disandang ternyata tidak berbanding lurus dengan perilaku menghargai nilai dan martabat terkhusus perempuan sebagai sesama manusia. Mengingat semakin meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada ranah komunitas termasuk perguruan tinggi secara langsung atau tidak langsung akan berdampak pada kurang optimalnya penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi dan menurunkan kualitas pendidikan tinggi maka Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem menetapkan Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Payung hukum tersebut menjadi pedoman dan acuan dalam pencegahan dan penangangan kekerasan seksual di lingkungan kampus yang sebelumnya belum diakomodir oleh paraturan-peraturan yang konkrit. Menurut Pasal 1 Ayat 1 Permendikbud tersebut, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal. Kekerasan Seksual tersebut mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan definisinya kekerasan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu kekerasan fisik dan verbal. Kekerasan fisik. merupakan kekerasan yang terjadi secara langsung atau berupa sentuhan seperti memukul, menampar dan sebagainya. Sedangkan kekerasan verbal merupakan kekerasan dengan menggunakan kata atau suara, diantaranya berteriak, membentak, bersiul dan lainnya.
Berdasarkan hal tersebut melalui Webinar Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi diharapkan mahasiswa harus mulai lebih menyadari dan memahami tentang kekerasan seksual, bagaimana cara mencegahnya, dan apa yang seharusnya dilakukan jika terjadi kekerasan seksual.