Kategori
Uncategorized

Benarkah rendahnya konsumsi daging sapi sebabkan anak stunting?

Salah satu masalah gizi yang dialami balita di Indonesia saat ini adalah stunting. Stunting didefinisikan sebagai kondisi balita yang memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibanding dengan balita seusianya (Foundation, 2021). Stunting menjadi salah satu isu kesehatan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, dengan prevalensi yang tinggi yaitu 30.8%. Stunting tidak hanya dipengaruhi oleh faktor nutrisi, tetapi juga riwayat kesehatan seperti penyakit infeksi dan lingkungan rumah tangga (Himawati & Fitria, 2020). Stunting menjadi  isu  yang  mendesak  untuk  diselesaikan  karena  berdampak  pada  kualitas  sumber  daya manusia  Indonesia  di  masa  depan. Sumber daya  manusia  adalah  faktor  utama  penentu  kesuksesan  sebuah negara (Saputri & Tumangger, 2019).

Usia balita merupakan usia dimana seseorang mengalami proses pertumbuh dan perkembangan yang sangat pesat. Golden Age merupakan masa yang sangat penting untuk  memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Stunting dipengaruhi oleh kurangnya gizi kronis disebabkan asupan gizi yang kurang dalam waktu lama (Oktavia, Suryani, & Jumiyati, 2020).

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1000 Hari Pertama kehidupan (HPK) dari anak balita (Saputri & Tumangger, 2019).

Asupan protein hewani dalam pola konsumsi makan perseorangan sangat menentukan untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kurangnya asupan protein dapat berpengaruh terhadap terjadinya masalah gizi. Protein hewani memiliki fungsi yang sangat menentukan dalam mencerdaskan manusia karena asam aminonya tidak dapat tergantikan (irreversible) oleh bahan makanan lainnya (Suryana, Martianto, & Baliwati, 2019). Menurut penelitian (Oktavia, Suryani, & Jumiyati, 2020) anak dengan  konsumsi  protein rendah  memiliki status  gizi  stunting  sebanyak  33,3%.  Anak dengan konsumsi vitamin A rendah memiliki status gizi stunting sebanyak 48%. Anak dengan konsumsi zat besi rendah memiliki status gizi stunting sebanyak 44%. Sementara anak dengan konsumsi zink rendah memiliki status gizi stunting sebanyak 50%. Secara statistik ada hubungan antara konsumsi zat gizi protein, vitamin A, zat besi, dan zink dengan kejadian stunting.

Protein dibutuhkan untuk membangun, menjaga, dan memperbaiki jaringan tubuh. Selain itu, protein juga berperan penting dalam pertumbuhan. Protein tersusun dari asam amino. Anak-anak yang memiliki risiko tinggi terhadap stunting mungkin memiliki keterbatasan asam amino esensial (seperti tryptophan dan lysine) dalam asupan mereka. Asam amino esensial merupakan asam amino yang harus didapatkan dari luar tubuh. Salah satu diantaranya berasal dari hewani seperti daging, ikan, unggas dan susu mengandung protein dengan kualitas yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang hanya mengonsumsi protein dari sumber nabati saja memiliki risiko 1,71 kali untuk mengalami stunting dibanding dengan anak yang mengonsumsi protein dari sumber hewani dan nabati (Vaozia & Nuryanto, 2016).

Hasil penelitian (Prastia & Listyandini, 2020) sebanyak 31,7% anak stunting memiliki pola konsumsi pangan yang tidak beragam. Keragaman pangan memiliki hubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan. Risiko anak mengalami  stunting 3 kali lebih besar pada anak yang pola konsumsi tidak beragam.

Daging sapi merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani. Namun, kurangnya konsumsi daging sapi tidak berpengaruh terhadap kejadian stunting. Hal itu desebabkan karena variasi bahan makanan dan frekuensi makan pada anak usia dini merupakan faktor kejadian stunting (Nurkomala, Nuryanto, & Panunggal, 2018).

Kejadian stunting tidak disebabkan oleh rendahnya konsumsi daging sapi. Karena, sumber protein hewani tidak hanya didapatkan dari daging sapi saja. Daging ayam, bebek, ikan, telur, dan susu juga merupakan bahan makanan sumber protein hewani. Selain faktor penyebab stunting yang telah disebutkan diatas, menurut penelitian (Damayanti, Muniroh, & Farapti, 2016) riwayat penyakit infeksi juga termasuk faktor kejadian stunting. Dimana, balita yang memiliki riwayat penyakit infeksi dalam 1 tahun terakhir memiliki risiko 7,8 kali mengalami stunting.

Referensi :

Damayanti, R. A., Muniroh, L., & Farapti. (2016). Perbedaan Pola Konsumsi dan Riwayat Penyakit Infeksi pada Balita Stunting dan Non Stunting. Adi Husada Nursing Journal, 61-68.

Foundation, T. (2021). Cegah Stunting Sebelum Genting: Peran Remaja dalam Pencegahan Stunting. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Himawati, E. H., & Fitria, L. (2020). Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Atas dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia di Bawah 5 Tahun di Sampang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 15(1), 1-5.

Nurkomala, S., Nuryanto, & Panunggal, B. (2018). Praktik Pemberian MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) pada Anak Stunting dan Tidak Stunting Usia 6-24 Bulan. Journal of Nutrition College, 45-53.

Oktavia, P. D., Suryani, D., & Jumiyati. (2020). Asupan Protein dan Zat Gizi Mikro pada Anak Stunting Usia 3-5 Tahun. Jurnal Penelitian Terapan Kesehatan, 7(1), 27-33.

Prastia, T. N., & Listyandini, R. (2020). Keragaman Pangan Berhubungan dengan Stunting pada Anak Usia 6-24 Bulan. Hearty Jurnal Kesehatan Masyarakat, 33-40.

Saputri, R. A., & Tumangger, J. (2019). Hulu-hilir Penanggulangan Stunting di Indonesia. Journal of Political Issues, 1(1), 1-9.

Suryana, E. A., Martianto, D., & Baliwati, Y. F. (2019). POLA KONSUMSI DAN PERMINTAAN PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR. Analisis Kebijakan Pertanian, 17(1), 1-12.

Vaozia, S., & Nuryanto. (2016). Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 1-3 Tahun (Studi di Desa Menduran Kecamatan Brati Kabupaten Grobongan). Journalof Nutrition College, 314-320.